Indonesia tidak akan menoleransi tindakan negara lain yang mengancam  kedaulatan, termasuk menggeser tapal batas. ”Tidak ada kompromi soal  kedaulatan,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Selasa  (11/10/2011).
Hubungan Indonesia kembali memanas. Setelah kian kali, dua Negara  serumpun-seakidah ini kembali diributkan persoalan nasionalisme yang  sama sekali tidak diajarkan ulama-ulama Melayu tempo dulu.
Kasusnya sederhana, namun luar biasa bagi kaum nasionalis, yakni  permasalahan tapal batas Camar Bulan di Sambas yang diduga telah  dicaplok Malaysia.
Kita harus membuka mata bahwa konflik antara Malaysia dan Indonesia ini  tidak terjadi dengan sendirinya. Ada unsur-unsur pemicu layaknya api  yang menimbulkan asap besar. Pertanyaannya siapakah pemantik api itu?  Umat Muslim? Bukan, karena kita hanya korban.
Pakar Melayu Prof. Dr. Dato’ Nik Anuar Nik Mahmud dari Institut Alam dan  Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) mengamini bahwa  ada intervensi pihak luar di balik perseteruan kedua Negara serumpun  muslim ini.
Dalam memoar buku Thomas Raffles disebutkan, Barat harus memastikan  bahwa alam Melayu ini lemah. Untuk melemahkan, Raffles mengusulkan dua  buah strategi.
Pertama, imigran-imigran asing masuk ke Melayu supaya kawasan ini tidak  menjadi kawasan Melayu, melainkan majemuk (dibawa orang-orang China dan  India).
Kedua, pastikan bahwa raja-raja Melayu yakni Semenanjung, Sumatera, Jawa  dan sebagainya, tidak mengambil para ulama Arab menjadi penasehat  mereka. Jadi, tujuan mereka memang untuk memisahkan Arab dengan Melayu.
Bersatunya antara Malaysia dan Indonesia membentuk Imperium Islam Melayu inilah yang sangat ditakuti oleh Zionisme.
Mereka sadar Melayu adalah potensi kuat dalam membangkitkan Islam dari  tenggara Asia, maka itu jalur ini harus dihabisi, apapun caranya.
Dan pengalaman bangsa Indonesia yang kerap mudah diadu domba adalah kunci yang selalu mereka pegang saat zaman devide et impera.
Yang juga kita harus faham adalah Thomas Stamford Raffles sendiri  seorang Freemason. Menurut Th Stevens dalam bukunya Tarekat Mason Bebas,  Raffles pada tahun 1813 dilantik sebagai mason bebas di bantara  “Virtutis et Artis Amici”. “Virtus” merupakan suatu bantara sementara di  perkebunan Pondok Gede di Bogor.
Perkebunan itu dimiliki Wakil Suhu Agung Nicolaas Engelhard. Di situ  Raffles dinaikkan pangkat menjadi ahli (gezel), dan hanya sebulan  kemudian dinaikkan menjadi meester (suhu) di loge “De Vriendschap” di  Surabaya.
Raffles pula yang mendirikan Singapura modern yang kini menjadi basis  Israel di Asia Tenggara. Agen-agen zionis melalui Singapura adalah  penghasut sebenarnya dalam mengeruhkan hubungan sesama muslim Melayu.
Kebanyakan koruptor Indonesia pun bermukim di Singapura setelah merampok  uang hasil keringat anak-anak Indonesia dan rakyat jelata.
Singapura adalah sekutu zionis. Mereka tidak mau menandatangani  perjanjian extradisi dengan Indonesia semata-mata melindungi koruptor  ini karena mereka bawa banyak uang ke Singapura.
Untuk mengalihkan isu ini dari masyarakat Indonesia, mereka akan coba  cari isu supaya masyarakat Indonesia lebih fokus pada isu yang mereka  cipta.
Maka diwujudkanlah isu sekarang, konfrontasi Malaysia-Indonesia. Melalui  media sekular di Negara ini, mereka terus berupaya agar rumpun Melayu  bangga akan identitas negara-nya masing-masing.
Adanya inflitrasi Zionis di Malaysia juga bukan barang baru. Tahun lalu  mantan wakil perdana menteri Malaysia yang juga tokoh oposisi, Anwar  Ibrahim, pernah membeberkan fakta adanya keberadaan intelijen Zionis di  markas kepolisian federal Malaysia.
Kala itu bersama dengan Kelompok Muslim, mereka menyatakan memiliki  dokumen yang memperlihatkan kemungkinan adanya intelijen Zionis kedalam  strategi informasi negara lewat perusahaan kontraktor bernama  "Osiassov", yang melaksanakan proyek pengembangan sistem komunikasi dan  teknologi di markas besar polisi federal Malaysia.
Anwar Ibrahim menjelaskan bahwa perusahaan "Osiassov" terdaftar di  Singapura namun berkantor pusat di negara penjajah Zionis Tel Aviv.
Menurut Anwar, kehadiran dua mantan perwira tentara Zionis di perusahaan  yang bersangkutan, adalah sepengetahuan petugas polisi senior Malaysia  dan Menteri Dalam Negeri Malaysia sejak jaman Syed Ahmad Albar.
Yakinlah, jika umat muslim Melayu tidak kembali ke ajaran Islam sejati  dimana tak ada ruang pada nasionalisme yang memberhalakan bangsa, benih  permusuhan itu akan selalu muncul, walau kedua Negara itu makmur dan  sama-sama beragama muslim.
Maka itu, bersatulah bangsa Melayu. Bersatulah diatas Panji Islam yang  akan membuka jalan tegaknya dienullah ini di tanah perjuangan kita,  tanah Melayu Darussalam.
vivanews dong...
    
Saturday, 10 March 2012
Mengapa Yahudi Tidak Suka Indonesia dan Malaysia Bersatu?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)


 







0 comments:
Post a Comment