RITUAL PERKAWINAN ADAT SAIBATIN KRUI Perkenalan dan tempat bertemu atau berpacaran Tempat tersebut disebut manjau, pengartian manjau adalah cara bertemu atau berkunjung kerumah gadis yang sudah dikenal dalam rangka menjalin hubungan untuk berumahtangga. Jenis manjau ada dua macan yaitu Manjau diatas yaitu yang dilakukan dieuang tamu sang pemuda bertemu gadis dibagian atas rumah. Manjau dibah yaitu pertemuan bujang gadis dilakukan didapur rumah, yaitu seorang gadis harus memperhatikan beberapa norma yaitu 1. Pada waktu berjalan kedapur sang pemuda tidak boleh diketahui oleh nakbay mulai atau kerabat gadis 2. Jika bujang bertemu dengan orang lain maka ia harus menutupi wajahnya dengan srung 3. Tidak boleh mengganggu ketenangan orang yang sedang tidur.manjau yang mengikuti norma tersebut dinamakan setekutan/sesihaan waktu manjau dilakukan pada pkl 20.00 sampai 23.00, tergantung kesepakatan. Bujang gadis berdialog dengan berbisik-bisik, sang gadis berada di dapur yang remang dan bujang diluar, keduanya menggunakan penutup kepela/ sarung dengan maksud agar muka mereka tidak terlihat Dalam seketutan bujang yang lain mempunyai hak untuk menyapa sang gadis setelah mendapat izin dari bujang yang telah berjanjin terlebih dahulu. Bujang yang telah meinta izin untuk menyapa gadis diperbolehkan tapi tidak terlalu lama hanya sekitar 3-5 menit. Bujang-bujang ini menganut pringsip bahwa sebelum kawin milik bersama, yaitu persaingan yang sehat diantara sesame bujang untuk mendapatkan hati gadis. Setekutan dilakukan sewaktu-waktu misalnya 15 hari menjelang pesta perkawinan, bagi ulun lampung sudah menjadi terdisi tolong menolong dan gotong royong dari mengambil kue, menumbuk padi dan lain lain. Sepanjang rentang waktu birumah yang mengadsakan pesta tidak pernah sepi sehingga hamper setiap malam jika setiap rumah ada anak gadisnya berarti dapat tianjaui/dikunjungi. Dua hari menjelang pesta biasanya ada acara menggiling bumbu masak, acaranya ini hanya untuk bis ujang gadis untuk menyiapkan bumbu masak . acara ini dimulai dari pikul 20.00 wib sampai 23.00 wib selesai pekerjaan memarut bumbu masak , gadis-gadis mengambil tempat disudut-sudut dapur yang bisa saling mendengar antara kedua pasanganya. Acara setekutan masal diketahui dan dikontrol oleh kepala bujang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan . Jika bujang gadis sepakat untuk menikah gadis itu bujang gadis itu dibawa kejenjang pembicaraan tingkat orang tua disebut “nyakko kicek an” jika mereka telah menyampaikan hasratnya untuk kawin kepada paman atau pak balak dan bibinya inalunik masing masing selesailah tugas awal untuk menentukan jodohnya . jika amanat untun bujang gadis telah disampaikan paman dan bibinya kepada kedua orang tua bujang gadis. Maka seluruh kerabat akan mempersiapkan acra perlamaran. B. Pembatasan Jodoh dalam Perkawinan Pembatasan jodoh atau endogami dalam perkawinan ulun lampung s aibatin di krui adalah endogami strata. Yaitu setiap anak penyimbang harus kawin dengan anak punyimbang pula. Namun pembatasan seperti ini sudah tidak ada lagi. Orang Krui mendapat pengaruh budaya pantai yang kuat khususnya dari Bengkulu dan Minangkabau yang islami. Menurut Kausar Mas salah seorang punyimbang, ulun Krui dalam pembatasan jodoh menganut syariat hukum Islam. Dalam hukum islam yang berdasarkan Al-Qur'an, terdapat ketentuan-ketentuan tentang orang-orang yang tidak boleh mengikat tali perkawinan yang disebut muhrim, sebab pertalian darah, pertalian perkawinan, dan pertalian sepersusuan. c. Melamar atau nyakakko kicek an Perkawinan yang normal adalah perkawinan yang didahului dengan lamaran dari pihak laki-laki kepada pihak gadis. Lamaran akan menjalin hubungan dan ikatan pertunangan anatara bujang-gadis dan janji di antara dua kerabat, yang kemudian dilanjutkan dengan upacara-upacara adat perkawinan seperti upacara Rebah Diah (nayuh). Rebah Diah atau nayuh adalah pesta adat perkawinan secara besar-besar yang berturut-turut. Untuk sampai ke arah pesta adat, tulisan ini akan di mulai dengan acara lamaran. Setelah kata sepakat antara bujang-gadis untuk ke pelaminan yang disampaikan melalui paman atau bibinya kepada kedua orang tua bujang-gadis, maka keluarga laki-laki mengutus dua atau tiga orang keluarga dekat ke rumah gadis. Untuk kunjungan pertamatujuan utusan adalah menanyakan apakah memang benar di antara bujang-gadis mereka sudah menjalin hubungan, dan sudah sampai sejauh mana hubungan diantara mereka itu. Tujuan kedua dari utusan itu adalah untuk mengamati atau nindai bagaimana tingkah laku gadis calon yang akan jadi menantu itu. Sedang tujuan ketiga mengamati status keluarga atau keturunan, ekonomi, serta agama. Jika hasil misi pertama setelah di kancah (dinilai) keluarga dan kerabat bujang dengan hasil yang baik, maka dipersiapkan untuk melangkah ke tahap kunjungan kedua. Pada kunjungan kedua ke rumah gadis, anggota delegasi lebih banyak dari kunjungan pertama karena melibatkan anggota perempuan dan gadis. Jumlah delegasi terdiri dari lima orang laki-laki, tiga orang perempuan dan dua gadis. Degelasi ini mempunyai tujuan utama untuk menyambung kembali janji pada kunjungan pertama. Dan tujuan kedua bernegosiasi tentang pola perkawinan kedua anak bujang-gadis ini. Pilihan pola ini menurutu adat saibatin hanya ada dua, yaitu pertama bujujogh dan kedua semanda. Jika pola ini sesuai serta dapat disepakati kedua keluarga., maka pada waktu itu juga ditentukan pula untuk kunjungan berikutnya. Pada kunjungan kedua ini rombongan membawa sekapur sirih sebagai lambang pergaulan yang baik, kue juwadah, wajik, dan buah-buahan yang menunjukkan betapa baik dan hangatnya kedatangan mereka. Setelah kunjungan kedua dari pihak bujang, maka masih ada beberapa kunjungan lagi untuk menguatkan proses lamaran pihak bujang terhadap pihak gadis dan untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diminta oleh pihak gadis, misalnya masalah penentuan jujogh dan maskawin. d. Penentuan Maskawin Persyaratan perkawinan biasanya berupa tiga macam hal, yaitu: (a) maskawin atau beride-price, (b) pencurahan tenaga untuk kawin atau beride-service, (c) pertukaran gadis atau beride-exchange. Maskawin atau beride-price adalah sejumlah harta yang diberikan oleh pemuda kepada gadis, dan kaum kerabatnya. Fungsi maskawin pada banyak suku di Indonesia adalah sebagai syarat. Dikarenakan syarat, maka biasanya orang tidak bertanya lagi mengapa, atau untuk apa. Orang hanya tahu bahwa maskawin itu syarat, dan harus dilakukan. Sebaliknya, sebagai syarat maskawin kemudian bercampur dengan unsur-unsur yang bersangkut paut dengan kepercayaan. Pola perkawinan bujujogh ulun lampung memisahkan dua pengertian antara (1) maskawin dengan (2) jujogh atau daw. Pengertian maskawin yang pertama adalah pemberian pengantin laki-laki kepada perempuan di waktu akad nikah, berupa barang yang dipakai sehari-hari, seperti: perhiasan emas, duit real, kain tapis, kebaya, selop, cermin dan pakaian-pakaian mandi lainnya. Kedua, jujogh atau daw (roh/batin) adalah lebih bermakna jaminan kehiduapan terhadap perempuan karena pisahnya ia dengan keluarga yang melahirkan dan membesarkannya. Daw merupakan permintaan orang tua perempuan terhadap orang tua laki-laki, tentang jaminan kehidupan anaknya. Biasanya daw berupa harta tidak bergerak seperti sawah, ladang, rumah. Jadi seorang wanita yang telah di (ti) jujogh, maka hanya atau peranannya sama dengan ibu suaminya. Oleh karena itu, seseorang gadis yang di (ti) jujogh adalah berperan sebagai pengganti ibu suaminya dan mempunyai hak kepemilikan (sawah, ladang, kebun, dll) yang sama dalam kehidupan berkeluarga. Daw atau jujogh adalah permintaan jaminan orang tua perempuan terhadapa keluarga dan kerabat laki-laki, sedangkan maskawin merupakan permintaan perempuan terhadap pengantin laki-laki. Jika keluarga perempuan tidak setuju dengan calon pengantin laki-laki, maka akan ditolak secara halus ddengan cara meminta jujogh atau maskawin itu melebihi kapasitas kemampuan laki-laki. Kondisi seperti ini kadangkala menyebabkan adanya perundingan tarik-ulur sampai berbulan-bulan. Bila kejadian seperti ini tidak menemukan solusi, sering terjadi kesepakatan antara bujang-gadis untuk kawin lari atau miktudaw. Miktudaw atau kawin lari dilakukan karena dengan rencana bujang gadis sendiri, adapula yang direncanakan oleh orang tua bujang yang berdasarkan kehendak gadis atau hnaya karena kehendak bujang. Latar belakang bujang-gadis miktudaw anatara lain: (1) syarat-syarat pembayaran,, pembiayaan dan upacara perkawinan yang diminta pihak gadis tidak dapat dipenuhi oleh pihak bujang. (2) gadis belum diizinkan oleh orang tuanya untuk bersuami tetapi dikarenakan keadaan gadis bertindak sendiri, (3) orang tua atau keluarga gadis menolak lamaran pihak bujang, lalu gadis bertindak sendiri, (4) gadis telah bertunangan dengan seseorang pemuda yang tidak di sukai oleh di gadis, (5) gadis dan bujang telah berbuat yang bertentangan dengan hukum adat dan hukum agama ( gadis telah hamil dan lain-lain). Penentuan maskawin ini dilakukan pada waktu acara lamaran, yaitu pada saat pihak bujang melakukan kunjungan ketiga. Tujuan delegasi ketiga ini pada intinya adalah ngilu baban atau minta beban. Maksud minta beban keluarga bujang menegosiasikan permintaan dari pihak keluarga perempuan, yaitu masalah uang jujoghnya, maskawin, dan cara pembayarannya. Pada kunjungan ketiga ini rombongan membawa sekapur sirih yang menunjukkan betapa ringannya perjalanan mereka. Setelah terjadi kesepakatan selanjutnya pihak bujang mengirimkan utusannya kembali untuk yang keempat kalinya. Rombongan kali ini terdiri dari tiga puluh peserta dari tiga unsur, yang terdiri dari tujuh orang laki-laki pendekar adat, empat orang mirul atau istri punyimbang adat, tujuh orang gadis berkebaya dan tujuh orang bujang yang mengenakan peci dan bersarung gantung, dan lima orang pengawal. Mereka hadir membawa semua permintaan pihak perempuan, yaitu: uang jujogh, uang maskawin, buak atau kue-kue adat, seperti juwadah, wajik, cucor mandan, buak keras salimpok dan buah-buahan. Rombongan disambut dengan tari nyambai oleh Mulei-mekhanai dari pihak perempuan sebagai penghormatan kepada keluarga pihak laki-laki. Mulei-mekhanai saling berkenalan dan memperlihatkan keterampilan menarinya masing-masing, dengan diiringi kulintan tabuh ulok dan rebana bertalu-talu, lemah-gemulai tarian gadis berkebaya, nga-adido (nyanyian) mamak (paman) rapipi, lengkaplah gadis acara lamaran, sehingga tinggal menunggu semangu atau waktu hari perkawinan. Perkawinan yang disukai atau marriage preferences (mulang mik lamban) Perkawinan yang kurang disukai pecoh khayoh atau pecoh pekhiyuk
Wednesday, 28 December 2011
ADAT LAMPUNG : RITUAL PERKAWINAN ADAT SAIBATIN KRUI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment